Pencak silat merupakan warisan asli budaya bangsa Indonesia,
yang terdiri dari berbagai perguruan/aliran
pencak silat. Sejarah lahirnya pencak silat tidak diketahui secara
pasti, namun beladiri pencak silat dimungkinkan sudah ada di tanah air sejak
peradaban manusia di Indonesia.
Menurut Notosoejitno (1999: 4-6)
perkembangan sejarah pencak silat dapat di bagi menjadi dua jaman, yang terdiri
dari:
1. Jaman Pra Sejarah
2. Jaman Sejarah, di bagi menjadi lima yaitu: (a)
Jaman Kerajaan-Kerajaan, (b) Jaman Kerajaan Islam, (c) Jaman Penjajahan Belanda,
(d) Jaman Penjajahan Jepang, dan (e) Jaman Kemerdekaan
Pada
jaman pra sejarah belum ada istilah pencak silat, namun pada jaman ini manusia
purba sudah mengenal pembelaan diri dalam arti untuk mempertahankan hidup. Hal
ini sangat dibutuhkan mereka karena pada jaman itu manusia dapat bertahan hidup
bila mereka dapat mengatasi rintangan-rintangan alam yang ganas, hidup di hutan
belantara dan selalu berhadapan dengan berbagai binatang besar yang buas. Tantangan yang paling berbahaya tersebut
adalah serangan dari binatang buas yang hidup di hutan-hutan.
Ganasnya alam yang menatang pada
saat itu, memaksa mereka harus membela
diri dengan tangan kosong dan perlengkapan yang sederhana. Perjuangan hidup
tersebut membuat mereka dapat bertahan untuk
hidup. Lahirnya beladiri pada saat itu belum ada nama, namun itu
merupakan naluri mereka untuk bertahan hidup.
JAMAN KERAJAAN-KERAJAAN
Perkembangan jaman terus berputar,
maka muncullah ilmu beladiri yang bertujuan untuk mempertahankan kekuasaan
maupun daerah pada saat jaman kerajaan-kerajaan baik di Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, sampai dengan daerah
Semenanjung Melayu. Mereka menciptakan bela diri (jurus-jurus) dengan meniru
gerakan binatang yang berada di lingkungan alam sekitarnya.
Gerakan-gerakan yang diciptakan juga
disesuaikan dengan alam sekitarnya yang berbukit-bukit, dan berbatuan. Misalnya
jurus yang diciptakan meniru gerakan harimau, kera, ular, dan burung. Oleh
karena kondisi lingkungan yang berbukit dan berbatuan, maka gerakannya banyak lompatan/
loncatan. Orang-orang yang hidup di pegunungan biasa berdiri, bergerak,
berjalan dengan langkah kedudukan kaki yang kuat untuk menjaga agar tidak mudah
jatuh selama bergerak di tanah yang tidak rata. Biasanya menciptakan beladiri
yang mempunyai ciri khas kuda-kuda yang kokoh tidak banyak bergerak. Sedangkan
gerakan tangan lebih lincah, banyak ragamnya dan ampuh daya gunanya.
Penduduk yang hidup di daerah
berawa, tanah datar, padang
rumput biasa berjalan bergegas, lari, sehingga gerakan kakinya menjadi lincah.
Mereka menciptakan beladiri yang lebih banyak memanfaatkan kaki sebagai alat
beladiri. Akhirnya setiap daerah mempunyai beladiri yang khas dan berbeda
dengan daerah lainnya, sehingga timbullah aliran beladiri beraneka ragam.
Pada jaman kerajaan beladiri sudah
di kenal untuk keamanan serta untuk memperluas wilayah kerajaan dalam melawan
kerajaan yang lainnya. Pada jaman ini kerajaan yang mempunyai prajurit kuat dan
tangguh, maka mereka mempunyai wilayah jajahan yang luas. Prajurit yang
mempunyai ilmu beladiri tinggi maka ia akan mendapat jabatan yang tinggi pula (
patih ).
Kerajaan-kerajaan pada waktu itu seperti:
Kerajaan Kutai, Tarumanegara, Mataram, Kediri, Singasari,
Sriwijaya, dan Majapahit mempunyai prajurit yang dibekali ilmu beladiri untuk
mempertahankan wilayahnya.
Bahkan dua Kerajaan Sriwijaya dan
Kerajaan Majapahit keduanya mempunyai pasukan kuat beserta armada lautnya
sehingga terkenal sampai keluar wilayah nusantara. Tahun 671 Kerajaan Sriwijaya
mengembangkan wilayahnya sampai ke Melayu, tetapi setelah menurunnya kekuasaan
kerajaan Sriwijaya pada abad 7-12, maka mulai abad 13 muncullah kerajaan islam
Samudra Pasai (Notosoejitno, 1999: 15). Abad 16 Samudra Pasai mencapai
puncaknya sampai ke Malaka, namun demikian istilah beladiri pencak silat belum
ada.
Baru tahun 1019-1041 pada jaman kerajaan Kahuripan yang dipimpin oleh
Prabu Erlangga dari Sidoarjo, sudah mengenal ilmu beladiri pencak dengan nama
“Eh Hok Hik”, yang artinya “Maju
Selangkah Memukul” (Notosoejitno, 1999: 15). Prabu Erlangga ini merupakan
pendekar ulung yang mempunyai ilmu beladiri yang tinggi, oleh karenanya raja,
bangsawan, kesatria, prajurit pada waktu itu wajib belajar beladiri. Pada saat
itu prajurit yang memiiliki ilmu beladiri tinggi, maka semakin tinggi pula
kedudukannya.
JAMAN KERAJAAN ISLAM
Pada jaman kerajaan Islam perdagangan dan pelayaran internasional sudah
berlangsung sehingga para pedagang dan saudagar dari negara-negara Arab, Cina,
serta Asia Timur banyak berdatangan di Indonesia. Mereka selain berdagang
juga pertukaran kebudayaan sehingga memungkinkan pencak silat sebagai budaya
bangsa kita dibawa ke luar negeri, namun demikian juga terjadi asimilasi
beladiri yang dibawa oleh para saudagar.
Perdagangan dan pelayaran internasional ini sudah dilakukan
sejak kerajaan islam yang dipimpin oleh Bani Umayah, dengan Asia Timur pada
Dinasti Tang dari Cina. Bahkan pada jaman kerajaan Sriwijaya wilayah
perdagangannya selain di negara-negara Asia Tenggara sampai ke Asia Timur.
Beberapa deretan pendekar dan
pahlawan yang mahir pencak silat adalah ; Patih Gajah Mada, Para Wali Songo
(Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ngampel, Sunan Bonang, Sunan Drajad, Sunan Giri,
Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, dan Sunan Gunung Jati). Adapun para raja
yang tangguh adalah: Panembahan Senopati, Sultan Agung, Pangeran Diponegoro,
Cik Ditiro, Teuku Umar, dan Imam Bonjol. Sedang pendekar wanitanya adalah:
Sabai Nan Putih, dan Cut Nyak Din.
JAMAN
PENJAJAHAN
Pada jaman penjajahan pencak silat
dipelajari oleh punggawa kerajaan, kesultanan, dan para pejuang untuk
menghadapi penjajah. Perkembangan sejarah pencak silat pada jaman penjajahan di bagi menjadi dua, yaitu:
1.
Jaman Penjajahan Belanda
2.
Jaman Penjajahan Jepang
Pada jaman penjajahan Belanda pencak silat
diajarkan secara rahasia dan sembunyi-sembunyi, karena takut diketahui oleh
penjajah. Kaum penjajah khawatir bila kemahiran pencak silat tersebut akhirnya
digunakan untuk melawan mereka. Kekhawatiran itu memang beralasan, karena
hampir semua pahlawan bangsa seperti: Cik Ditiro, Imam Bonjol, Fatahillah,
Pangeran Diponegoro, adalah pendekar silat. Oleh karena itu banyak
perguruan-perguruan pencak silat yang tumbuh tanpa diketahui oleh penjajah,
bahkan sebagian menjadi perkumpulan rahasia.
Notosoejitno (2001: 1) menyatakan
bahwa dilihat dari sosok, profil atau tampilan
pencak silat di Indonesia
ada tiga, yaitu:
1.
Pencak silat asli (original), ialah
pencak silat yang berasal dari lokal dan masyarakat etnis di Indonesia.
2.
Pencak silat bukan asli yang sebagian
besar berasal dari Kung Fu, Karate dan Jujitsu.
3.
Pencak silat campuran, ialah
campuran antara pencak silat asli dan bukan asli (beladiri asing). Pencak silat
bukan asli adalah beladiri dari asing yang ingin bergabung dengan nama pencak
silat termasuk peraturan AD dan ART
disesuaikan dengan IPSI.
Pencak silat juga dipelajari oleh banyak kaum pergerakan politik
termasuk beberapa organisasi kepanduan nasional. Dengan diam-diam perguruan
pencak silat berhasil memupuk kekuatan yang siap untuk melawan penjajah
sewaktu-waktu. Bagi kaum pergerakan yang ditangkap oleh penjajah dan dibuang
secara diam-diam, mereka menyebarkan beladiri pencak silat di tempat
pembuangan. Namun penjajah Belanda mempunyai politik yang ampuh dalam memecah
belah antar suku bangsa atau aliran pencak silat (devide et impera ).
Lain halnya pada penjajahan Jepang pencak silat dibebaskan untuk
berkembang, namun dibalik itu dimanfaatkan demi kepentingan Jepang untuk
menghadapi sekutu. Bahkan anjuran Shimitzu diadakan pemusatan tenaga aliran
pencak silat di seluruh Jawa secara serentak
yang diatur oleh pemerintah di Jakarta. Namun pada waktu
itu tidak disetujui diciptakannya pencak silat olahraga yang diusulkan oleh
para pembina pencak silat untuk senam pagi di sekolah-sekolah. Hal ini
disebabkan akan menyaingi senam Taisho
Jepang yang dipakai senam setiap pagi hari.
JAMAN KEMERDEKAAN
Sebelum Indonesia
merdeka pencak silat ikut andil dalam perjuangan bangsa dalam melawan penjajah
baik Belanda maupun penjajah Jepang. Hal ini dibuktikan pada masa penjajahan
sudah banyak bermunculan nama-nama perguruan/aliran pencak silat yang bertujuan
untuk membekali pejuang dalam melawan penjajah.
Kemahiran ilmu beladiri pencak silat ini terus dipupuk guna melawan
penjajah secara gerilya pada jaman kemerdekaan. Perguruan-perguruan pencak
silat pada waktu itu sibuk untuk menggembleng tentara dan rakyat, di samping
itu pesantren-pesantren, gereja-gereja, dan tempat-tempat ibadah selain untuk
beribadah juga digunakan untuk latihan beladiri pencak silat. Sebagai contoh
perang fisik bulan Nopember tahun 1945 di Surabaya dalam melawan sekutu, banyak
menampilkan pejuang yang gagah perwira dari Pondok Pesantren Tebu Ireng,
Gontor, dan Jamsaren (Atok Iskandar, 1999: 12).
Dari hasil yang diperoleh para pemimpin bangsa dan para pendekar pada
waktu itu menyadari bahwa pelajaran pencak silat berhasil memupuk semangat
juang dan menggalang persaudaraan yang erat. Oleh karena itu setelah proklamasi
kemerdekaan tahun 1945 dimana Belanda melancarkan lagi agresinya dua kali, maka
pencak silat dimanfaatkan lagi secara maksimal guna menghadapi serangan
Belanda.
Pada masa pemberontakan politik PKI Madiun,
dan Darul Islam atau DI/TII, kemahiran beladiri pencak silat digunakan lagi
dengan strategi Pagar Betis, yaitu pengepungan pemberontak oleh para tentara
bersama rakyat yang telah dibekali ilmu beladiri. Pada jaman kemerdekaan ini
perkembangan pencak silat dibagi menjadi lima
periode yang meliputi : (1) Periode Perintisan, (2) Periode Konsolidasi dan
Pemantapan, (3) Periode Pengembangan, dan (4) Periode Pembinaan.
1. Periode Perintisan (tahun
1948-1955)
Pada periode ini adalah perintisan
berdirinya organisasi pencak silat yang bertujuan untuk menampung
perguruan-perguruan pencak silat. Pada tanggal 18 Mei tahun 1948 di Solo
(menjelang PON I), para pendekar berkumpul dan membentuk Organisasi Ikatan
Pencak Silat Seluruh Indonesia (IPSSI). Ketua umum pertama IPSSI adalah
Wongsonegoro. Kemudian tahun 1950 kongres I di Yogyakarta salah satunya mengubah
naman IPSSI menjadi IPSI (Ikatan Pencak Silat Indonesia),
yang dimaksud untuk menggalang kembali semangat juang bangsa Indonesia dalam pembangunan
(Sukowinadi, 1989: 7). Selain itu IPSI mempunyai tujuan persaudaraan yang dapat
memupuk persaudaraan dan kesatuan bangsa Indonesia sehingga tidak mudah
dipecah belah.
Sepuluh
perguruan historis yang mendirikan IPSI adalah: Putra Betawi, PPSI, Setia Hati,
Setia Hati Terate, Perisai Diri, Perisai Putih,
Tapak Suci, Perphi Harimurti, Phasaja Mataram, dan Nusantara.
Tahun 1948
sejak berdirinya PORI (Persatuan Olahraga Indonesia)
yaitu wadah induk-induk organisasi olahraga, IPSI sudah menjadi anggota. IPSI
juga ikut aktif mendirikan KONI (Komite Olahraga Nasional Indonesia). Pada PON
I dan II cabang pencak silat belum dipertandingkan, tetapi hanya untuk
demonstrasi.
2. Periode Konsolidasi dan
Pemantapan (tahun 1955-1973)
Setelah terbentuknya organisasi
pencak silat, maka IPSI mengkonsolidasikan kepada anggota-anggota perguruan
pencak silat di seluruh Indonesia.
Untuk pemantapan program sehingga pencak silat selain sebagai beladiri juga
dapat dipakai olahraga, maka dibuatlah peraturan pertandingan pencak silat.
Sebelum dibuat peraturan pertandingan pencak silat pada PON III bersifat
eksibisi, tanpa diperhitungkan medalinya. Dengan terbentuknya peraturan
tersebut maka pada PON VIII pencak silat untuk pertama kali dipertandingkan dan
telah diikuti 15 daerah.
3. Periode Pengembangan (tahun
1973-1980)
Setelah
Wongsonegoro ketua IPSI tahun 1973-1977 dipimpin oleh Tjokropranolo (wakil
gubernur DKI Jaya). Pada periode ini pencak silat dikembangkan dengan
mengadakan seminar pencak silat yang pertama di Tugu Bogor (tahun 1973).
Pengembangan pencak silat pada periode ini
tidak hanya di dalam negeri saja, tetapi ke luar negeri, yaitu eksibisi ke
Belanda, Jerman, Australia, dan Amerika. Pada
tanggal 22-23 September tahun 1979 berlangsung Konverensi Federasi Pencak Silat
Internasional yang dihadiri oleh negara Singapura, Malaysia, Brunai Darussalam,
dan Indonesia sebagai tuan rumah.
Pada tanggal 7-11 Maret 1980 di Jakarta ketua
umum Ikatan Pencak Silat Indonesia bapak H. Eddy Marzuki Nalapraya bersama
wakill-wakil negara Singapura, Malaysia, dan Brunai Darusalam mendirikan
Federasi Internasional Pencak Silat yang
dinamakan Persilat (Persekutuan Pencak Silat antara Bangsa). Presiden Persilat
I bapak H. Eddy Marzuki Nalapraya, menjabat sampai dengan tahun 2002.
Dengan terbentuknya Persilat, maka
perkembangan pencak silat lambat laun
sampai ke beberapa negara. Kejuaraan tingkat internasional yang pertama
adalah dengan diadakannya Invitasi Pencak Silat Internasional I tahun 1982 di Jakarta. Perkembangan
berikutnya hingga saat ini telah dilaksanakan kejuaraan dunia sebanyak sebelas
kali.
Tabel 1. Invitasi dan Kejuaraan
Dunia Pencak Silat
No.
|
Tahun
|
Tempat
|
Negara Peserta
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
|
1982
1984
1986
1987
1988
1990
1992
1994
1997
2000
2002
|
Jakarta
Jakarta
Sudstadt (Austria)
Kuala
Lumpur
Singapura
Den Haag (Belanda)
Jakarta
Hatjai (Thailand)
Kuala
Lumpur
Jakarta
Kuala
Lumpur
|
8 Negara
9 Negara
12 Negara
21 Negara
21 Negara
21 Negara
20 Negara
20 Negara
20 Negara
22 Negara
20 Negara
|
Sumber: Pondok Pustaka PB IPSI (2000: 27)
Sejak tahun 1992 nama Invitasi
Pencak Silat diganti dengan Kejuaraan Dunia Pencak Silat yang pertama kali di Jakarta diikuti oleh 20
negara peserta. Dewasa ini PERSILAT telah berhasil menghimpun 46 negara anggota
yang tersebar di kawasan Asia, Eropa, Autralia dan Oceania, Timur Tengah dan
Afrika, serta Amerika (Oyong Karmayuda, 2001: 26). Berikut nama-nama resmi
organisasi 31 negara anggota PERSILAT.
Tabel 2. Nama Organisasi Negara Anggota PERSILAT
No.
|
Negara
|
Nama Organisasi
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
31.
|
Benua Asia :
Indonesia
Singapura
Brunai Darusalam
Malaysia
Thailand
Vietnam
Philipina
Myanmar
Laos
Jepang
Benua Eropa:
Belanda
Jerman
Austria
Perancis
Swiss
Belgium
Spanyol
Norwegia
Italia
Denmark
Yunani
England
Autralia dan Oceania:
Australia
New Caledonia
Timur Tengah dan Afrika:
Palestina
Turki
Maroko
Arab Saudi
Amerika:
Amerika
Suriname
Canada
|
: Ikatan
Pencak Silat Indonesia
(IPSI)
:
Persekutuan Silat Singapura (PERSISI)
:
Persekutuan Pencak Silat Kebangsaan Brunai (PERSIB)
:
Persekutuan Silat Kebangsaan Malaysia
(PESAKA)
: Pencak
Silat Association Thailand
(PSAT)
: Ikatan Pencak Silat Vietnam
(ISAVIE)
: Philippine
Pencak Silat Association (PHISILAT)
: Myanmar
Pencak silat Association (MPSA)
: Pencak
Silat Laos (PSL)
: Japan
Pencak Silat Assotiation (JAPSA)
:
Netderlandse Pencak Silat Bond (NPSB)
: Pencak
Silat Union Deutschland (PSUD)
: Pencak
Silat Verband Osterreich (PSVO)
: France
Pencak Silat Federation (FPSF)
:
Assotiation Pencak Silat Switzerland
PSHT)
: Belgium
Pencak Silat Bond (BPSB)
: Spanish
Pencak Silat Federation (ESPS)
: Pencak
Silat Norwegia (PSN)
: (PISI)
: Pencak
Silat Denmark(PSD)
: PSG
: Pencak
Silat Federation of United
Kingdom
: (WAPSA)
: Merpati Putih New Caledonia (MPNC)
: Pencak Silat
Palestina (PSP)
: Pencak Silat of Turkey
(PST)
: Pencak Silat Maroko
(PSM)
: Pencak Silat Arab Saudie
(PSAS)
: Pencak
Silat of USA
(PS-USA)
: Suriname
Pencak Silat Associatie (SPSA)
: Pencak
Silat Canada
(PSC)
|
Sumber: Pondok Pustaka PB IPSI (2000: 30)
4. Periode Pembinaan (tahun 1980
sampai sekarang)
Pencak silat yang sudah berkembang di negara-negara Asia, Eropa,
Australia, Timur Tengah dan Afrika,
serta Amerika, oleh karena itu PB IPSI secara terus menerus melakukan
pembinaan. Untuk melangsungkan pembinaan tersebut, maka PB IPSI mengawali
pembinaan dengan pesta pencak silat tiga negara tanggal 25-26 April 1980, yang
diikuti oleh negara; Indonesia, Malaysia, dan Singapura sebagai tuan rumah.
Pada tanggal 6-8 Aguastus 1982 di Jakarta
diadakan Invitasi pertama pencak silat,
diikuti oleh negara; Belanda, Singapura, Malaysia, Jerman Barat, Amerika,
Australia, dan Indonesia.
Sidang umum I Persilat tanggal 6-10 Juli 1985
di Indonesia, terpilih sebagai presiden Persilat adalah bapak Eddy M. Nalapraya
dari Indonesia. Sejak itu Persilat merintis pencak silat untuk dapat masuk pada
even bergengsi Sea Games, oleh karena itu membina negara-negara Asia Tenggara
untuk ikut menjadi anggota Persilat dan mendukung sebagai olahraga resmi yang
dipertandingkan di Sea Games.
Tahun 1987
pencak silat berhasil masuk pertama kali dalam pekan olahraga Asia Tenggara
(Sea Games XIV di Jakarta), yang diikuti
oleh lima negara yaitu; Malaysia, Singapura, Brunai Darusalam, Thailand, dan
Indonesia. Hingga saat kini pencak silat telah resmi dipertandingkan di even
Sea Games sebanyak delapan kali (terakhir tahun 2001).
Tabel 3. Sea Games Pencak
Silat
No.
|
Tahun Sea Games
|
Tempat
|
Negara
Peserta
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
|
1987 Sea games XIV
1989 Sea games XV
1991 Sea games XVI
1993 Sea games XVII
1995 Sea games XVIII
1997 Sea games XIX
1999 Sea games XX
2001 Sea games XXI
2003 Sea ganes XXII
|
Jakarta
Kuala
Lumpur
Filipina
Singapura
Chiang May (Thailand)
Jakarta
Brunai Darusalam
Kuala
Lumpur
Vietnam
|
5 Negara
5 Negara
Ekshibisi *)
8 Negara
8 Negara
9 Negara
9 Negara
9 Negara
9 Negara
|
Sumber: Pondok Pustaka PB IPSI (2000: 29)
*) Organisasi
nasional Pencak Silat di Filipina belum ada, sehingga panitia belum mampu
menyelenggarakan pertandingan.
PENGEMBANGAN PENCAK SILAT DI
PERGURUAN TINGGI ASIAN
Mahasiswa
sebagai barisan terdepan intelektual muda, sangat menentukan terhadap
perkembangan suatu negara. Maju-mundurnya negara dalam berbagai aspek sangat
ditentukan mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa. Dalam bidang budaya dan
olahraga, peran mahasiswa sangat besar. Hal ini terbukti bahwa sebagian besar
(80%) pesilat daerah atau nasional berstatus mahasiswa.
Pengenalan terhadap pencak silat
berlanjut tidak hanya dari aspek olahraga, tetapi minat dan kecintaan tersebut
berkembang pada aspek lainnya seperti seni beladiri. Untuk itu PB IPSI terbuka
menerima mahasiswa dari berbagai negara dalam upaya pemasalan pencak silat.
Mahasiswa yang sedang melakukan penelitian di Indonesia antara lain; Hiltrud
Cordes dari Universitas Koln Jerman Barat yang telah menjembatani budaya timur
dan barat, selain itu beberapa mahasiswa dari negara Spanyol, Austria, dan
Belgia belajar di Perguruan Tinggi Borneo.
Keberadaan
pencak silat di University of
Chulalongkom Pattani Thailand
adalah sebagai basis kegiatan. Demikian juga University of
Philiphines di Filipina
adalah sebagai tulang punggung tim pencak silat pada setiap kejuaraan. Dan yang
paling konsisten membina pencak silat menjadi olahraga prioritas adalah Vietnam.
Kejayaan Vietnam sebagai negara pendatang baru pada Sea Games 1999, Kejuaraan
Asia Pasifik 2001, dan Kejuaraan Dunia 2002 karena didukung kompetisi antar
sekolah dan perguruan tinggi yang ajeg (Oong Maryono, 2003: 23).
Di
Indonesia pencak silat merupakan salah satu cabang olahraga yang wajib
dipertandingkan dalam Pekan Olahraga Mahasiswa Nasional (POMNAS). Hal ini
merupakan kebanggaan para mahasiswa dalam puncak prestasi olahraga pencak silat
di perguruan tinggi. Namun dibalik itu pesilat-pesilat yang telah meraih juara
tersebut belum bisa meneruskan prestasinya di tingkat Asean, karena cabang
pencak silat belum dipertandingkan di tingkat perguruan tinggi Asean.
Belum
maksimalnya pembinaan pencak silat di kalangan perguruan tinggi negara Asean,
merupakan tantangan organisasi pencak silat dan instansi kemahasiswaan di
negara bersangkutan. Untuk mengantisipasi masuknya cabang pencak silat di pekan
olahraga Asean, maka pada tahun 1993 PERSILAT menyelenggarakan pertandingan pencak
silat antar perguruan tinggi kawasan Asianoleh STEKPI.
Prakarsa STEKPI ditindak lanjuti koordinasi
penyelenggaraan kegiatan pencak silat di kalangan perguruan tinggi tiap negara
Asianyang disusun secara terarah dan terpadu antara PERSILAT (IPSI, PESAKA,PERSISI,
PERSIB, PSAT, PHILSILAT dll.), organisasi keolahragaan mahasiswa nasional
(seperti BAPOMI), dan regional Asean, serta instansi olahraga yang berwenang.
Bila koordinasi ini dapat terwujud,
maka program penyelenggaraan pencak
silat di kalangan perguruan tinggi Asiandapat terlaksana. Melalui koordinasi
tersebut dapat ditingkatkan peran serta mahasiswa dalam upaya pembinaan dan
pengembangan pencak silat sesuai dengan nilai intelektual mahasiswa.
PENGEMBANGAN PENCAK SILAT KE ASIANGAMES
Perkembangan pencak silat menuju
Asian Gemes, memerlukan perjuangan panjang dan melelahkan. Sejak Asian Games
yang ke XIII tahun 1998 di Bangkok Thailand
pencak silat telah diperjuangkan untuk dipertandingkan dan disetujui oleh
anggota PERSILAT Asia Tenggara. Perjalanan eksebisi menuju Busan Korea Selatan,
maka pencak silat harus ditinjau terlebih dahulu oleh Komite Olahraga Asia (Olympic Committee of Asia) yaitu pada saat Pekan Olahraga Nasional di Jawa Timur tentang teknis
penyelenggaraan pertandingan, peraturan, perwasitan, untuk dapat diterima di
Asian Games.
Menurut Oyong Karmayuda (2000: 3)
menyebutkan bahwa pencak silat masuk Asian Games selain sudah mendapat dukungan
negara Asia Tenggara, tiga negara Asia Timur (Jepang, Korsel, dan Cina)
PERSILAT juga mendapat dukungan dari negara Timur Tengah (Palestina, Turki,
Maroko, dan Arab Saudi).
Setelah tiga kali usulan eksibisi
pencak silat di Asian Games ditolak, maka Presiden Federasi Pencak Silat Asia
beserta Delegasi KONI pusat di bantu oleh Duta Besar RI di KBRI Seoul bertemu dengan
penyelenggara Asian Games XIV 2002 Busan (BAGOC). Pertemuan panjang itu
akhirnya membuahkan hasil diterimanya cabang pencak silat untuk eksibisi di
Asian Games XIV Busan dengan ketentuan semua biaya ditanggung PERSILAT.
Perjuangan menuju Busan masih panjang karena biaya penyelenggaraan dari
akomodasi, transportasi, alat fasilitas, termasuk honorarium harus ditanggung
oleh PERSILAT yang akhirnya dibiayai oleh sponsor utama Nasional
Gobel.
Dengan dipertandingkannya pencak
silat di Asian Games XIV Busan Korea Selatan yang bersifat bukan demonstrasi
maupun eksibisi, namun sebagai kegiatan budaya (sport cultural event). Hal ini sangat bermanfaat sebagai upaya
untuk mengangkat olahraga tradisi bangsa Indonesia ini ke ajang internasional.
Keberhasilan ini berkat dukungan Komite Olahraga Nasional dari Korea Selatan.
Perjuangan pencak silat ke Asian Games masih
panjang, karena keberadaan pencak silat di Busan sebagai bagian dari promosi
yang harus dipersiapkan secara matang.
Persiapan Asian Games XV 2006 di Qatar, PERSILAT harus mempersiapkan
langkah-langkah strategis dengan mengundang negara-negara Asia
untuk berlatih di Padepokan Pencak Silat dan mengirimkan tenaga pelatih yang
kualified ke negara anggota baru. Pendekatan ini secara perlahan akan
mengundang simpatik negara anggota PERSILAT untuk mendukung diselenggarakannya
pencak silat di Asian Games XV 2006.